Minggu, 31 Agustus 2008

Tanjakan Jembatan Bangkung - Pelaga

31 Agustus 2008.
Tantangan kali ini tidak main-main. Ini jalur on-road yang sering dijadikan latihan oleh para atlit sepeda Bali untuk mengasah endurance mereka. Ya, inilah jalur on-road Denpasar ke Pelaga yang finish di Jembatan Tukad Bangkung.

Team yang ikut on-road challenge ini terdiri dari beberapa perwakilan klub sepeda. Ada perwakilan dari Bike-To-Work Bali Chapter yang dikomandani oleh om Dodi, 46gowesers yang diwakili oleh Agung Mahendra, Lippo Bank yang klubnya belum resmi berdiri diwakili oleh Gus Toet, om RHD dari BikeCamp yang juga aktivis di B2W, atlit yang diwakili oleh om Gatot, dan tentu saja dari klub sepeda terbesar di Bali yaitu Lelasan Berseri.

Pukul 6.45 rombongan yang terdiri dari 17 orang mulai mengayuh membelah jalan kota Denpasar yang masih lengang. Tidak banyak canda dan gelak tawa seperti biasanya. Semua sibuk di pikiran masing-masing membayangkan jauhnya perjalanan ditambah tanjakan yang berseri. Gitu ya? hahaha dari awal kok ya serius amat sih cerita kali ini. Diserem-seremin pula. Biasa aja deh, ini cuma jalan naik yang ga putus-putus, gitu aja kok repot.

Manis Kuningan
Pilihan hari untuk gowes kali ini tepat pada Hari Raya Manis Kuningan. Ini adalah sehari setelah Kuningan Day, yaitu hari dimana umat Hindu membentengi dirinya setelah 'berperang' dan menang melawan adharma (Galungan Day). Biasanya di hari Kalender Bali yang ada kata 'manis-manis' ini diisi dengan silahturami ke keluarga besar, rekreasi ataupun sekalian bertirta yatra yaitu sembahyang ke pura. Jalan pasti ramai nih.....

Target pos satu untuk istirahat adalah rumah salah satu kawan lama Angel, bos Tarakan Motor. Geriya Megelung, begitu nama rumah keluarga besar Gus Weda di bilangan Sangeh. Ditempat ini kami disambut dengan hangat sekali mulai dari salam hangat, teh hangat dan ubi jalar hangat hehehe. Hangat-hangat yang terakhir itu yang ditunggu-tunggu untuk penawar dahaga dan menambah energi. Disini mulai terdengar sedikit canda dan gelak tawa... mulai deh.

Rumahnya asri sekali, ingin rasanya berlama-lama disana, tapi kami harus melanjutkan gowes karena tujuan masih jauh. Terimakasih, Gus Weda. Lain kali kami mampir lagi.

Sangeh
Ternyata monkey forest Sangeh sangat dekat dari Geriya nya Gus Weda. Namun suasana masih sepi, monyet pun tidak tampak ekornya. Kalau musim liburan sekolah, susah sekali melihat monyet karena lebih banyak manusia yang datang. Hehehe mungkin sang monyet lah yang menonton manusia hahahaha. Jadi inget kalau di Jakarta, banyak monyet di jalan. Monyet lu! Hus! Udah ah, jangan kayak monyet deh. Usil.

Hutan monyet sudah terlewati dengan sukses. Belum terlihat lelah di wajah para genjoters ini. Ya, semuanya memiliki strategi untuk menyimpan tenaga guna digunakan bilamana perlu yaitu di tanjakan. Semuanya? Kecuali kelompok angin lah, ini sebutan bagi yang ga bisa pelan naik sepeda. Rpm (rapid pedalling per minute) nya beda. Hahahaha. Masuk dalam kelompok ini adalah Wayan Suastika, Angel, Tut "mancrut" Suaryana dan om Gatot (lah iyalah, secara atlit apa mantan atlit seh?)

Tanjakan mulai terasa. Ga berani liat jauh deh, mending pandangan 2 meter hahaha biar ga ketahuan seberapa jauh dan tinggi tanjakannya. Ternyata resep ini manjur juga tapi hampir saja nabrak mobil parkir gara-gara menunduk terus. Sampai di desa Getasan, tanjakan mulai memakan 'korban'. Om Ermon yang kerja di Garuda Indonesia, saat itu pakai sepeda balap polygon, mengalami kram diatas lutut. Terpaksalah diangkut dengan official car yang membuntuti dari belakang. Tak berapa lama, Gung Tu pun ikut diangkut dengan mobil. Gung Tu sebetulnya termasuk kelompok angin, namun karena kondisi yang masih belum pulih dari flu berat memaksa untuk ikut bersepeda karena tidak tahan menerima tantangan. Yoi, brow.. hehe. Saya tidak tau lagi ada berapa yang diangkut mobil karena sibuk mengatur nafas dan menjaga agar tidak kram. Et dah tanjakannya, nambah terus!

Sedang asyiknya gowes nanjak, terlihat didepan sepeda kelompok angin terparkir di sebelah kanan jalan. Ada apa? Oh, ini pos kedua. Istirahat dulu ya. Tempatnya sangat merakyat banget. liat deh fotonya. Keren ya?

Saat kami sedang menikmati istirahat sejenak, lewatlah para atlit sepeda kabupaten Badung yang sedang berlatih. Wah emang bener nih, ini jalurnya atlit berlatih. Sip sip, kita jadi bisa ikut merasakan para atlit yang sedang mengasah endurance nya. Genjot teruusssss..

Habis ngupi dan ngeteh, kami lanjut gowes. Katanya sih tanjakan sudah habis. Eh, ternyata tambah panjang dan tinggiiiiiiii. Mau ga mau ya dinikmatin sebisanya. Gimana coba caranya? Capek deh ngomongin tanjakan terus. Singkat cerita, tugu pahlawan di desa Pelaga pun terlihat di puncak. Dikiiiiiit lagi finish.

Basis Pejuang
Sampai di Tugu Pahlawan, habislah tanjakan. O-ya, Desa Pelaga adalah salah satu basis pejuang front rakyat pada jaman perang kemerdekaan melawan penjajah Jepang dan Belanda. Sentra gerakan pejuang bawah tanah yang bergerilya pada saat itu ada di desa ini dan sekitarnya. Kenapa di Pelaga? Karena letaknya yang sangat strategis ditengah-tengah pulau Bali sehingga memudahkan untuk komunikasi dan koordinasi gerakan pemuda pejuang. Begitu kira-kira sekilas tentang desa yang kami capai dengan penuh keringat. Semoga para pejuang yang telah gugur mendapat tempat terbaik disisiNya. Dan yang masih hidup, masih ada loh, semoga mendapat perhatian yang layak dari pemerintah dan tidak hanya diberikan sembako pada saat perayaan hari Kemerdekaan RI.

Yah, sampailah di Jembatan Bangkung. Weh, nyampe juga ya? Ternyata cuma begitu aja tanjakannya... begitu menyakitkan.. hahahaha.

Selamat buat semuanya yang sudah sukses menaklukkan tanjakan ke Jembatan Bangkung Pelaga! Lain kali kita jajal tanjakan yang lain.... siapa yang mau?




Salut dan terimakasih tak terhingga kepada:
Wayan Suastika
Angel "Tarakan Motor"
Putu "Abenk" Adiana bersama istri - tengkyu buat supportnya
Ketut Andi Antara - adiknya Putu Abenk yang jadi reporter dadakan hehe.
Pakyan Alu - "Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi" Cycling Club
Ketut "Mancrut"Suaryana
Gung Tu
Sang Ade - tengkyu bos
Winaja - tengkyu buat official car nya
Dr. Budi Setyawan
Agung Mahendra "Agus" - BNI 46gowesers
Made Pasma - Permata Bank
Gus "Toet" Suamba - Lippo Bank
Ermon - Garuda Indonesia
Dodik - B2W
Rochmad - BikeCamp
Mas Gatot "Badung"
A.A. Ngr Oka Putra
Geriya Megelung - Gus Weda - Terimakasih atas hospitality nya.

Foto Jembatan Bangkung - Pelaga










Minggu, 24 Agustus 2008

Bangli - Penglipuran


Bangli adalah sebuah kabupaten di Bali yang tidak punya pantai. Kasian ya. Belum lagi kalau bicara Bangli, asosiasi orang langsung ke RSJ alias rumahnya orang gila. Jadi malu kalau mau bilang main ke Bangli. Kasian banget ya. Hehe udah stop stop. Bangli itu indah. Punya gunung berapi dan Danau Batur yang sangat terkenal di daerah Kintamani. Juga dikenal dengan anjing ras asli Bali yaitu Anjing Kintamani yang berwarna putih. Ada juga daerah tujuan wisata yang beragam seperti desa budaya nan asri yaitu Desa Penglipuran, pemandangan alam yang gersang berbatu lahar maupun hijau berbukit-bukit. Mau cari jalur ‘trekking’ maupun sepeda yang ‘off the beaten’ sampai yang ‘beaten’ ancur juga tersedia. Hehehe serius, semua ada. Jadi mirip-miriplah dengan ‘palugada’ alias ‘ape lu mau, gua (baca: Bangli) ada’. Kalau ga percaya, tanya Nengah, yang putra Bangli aseli.

Kali ini ide menjelajah jalur cross country datang dari teman teman 46gowesers yaitu sebuah komunitas bersepeda yang dimotori oleh para karyawan Bank BNI 46. Nengah adalah salah satu personil 46gowesers yang berasal dari Bangli dan menunggangi sepeda ‘hardtail’ GT berwarna putih. Nengah pulalah yang berinisiatif untuk mencari jalur sepeda yang asik dan cukup menantang. Promosi Nengah tentang jalur rancangannya ini pun berbunga-bunga. Mantap ya, soalnya habis ikut pelatihan ESQ nya Ary Ginanjar. Huehehe hebat. Kita buktikan nanti ya.

Bubur Kacang Ijo
Tempat ngumpul kali ini bukan di Warung Rani tapi di kantor Cabang BNI 46 Gajah Mada yang terletak di simpang Jalan Gajah Mada dengan Jalan Sumatra di jantung Kota Denpasar. Kali ini pukul 6 pagi hampir seluruh gowesers sudah berkumpul sesuai janji. Ga pake molor ya. Dua buah mobil pick up siap mengangkut sepeda dan tuannya. Loading sepeda pun dilakukan dengan cepat. Semua terlihat bersemangat. Apalagi setelah tukang kacang ijo datang. Kebetulan, belum sempat sarapan.

Pukul 07.00 WITA, all set and ready to go. Kami pun mulai melintasi jalan kota Denpasar yang masih lengang karena libur panjang untuk merayakan Hari Raya Galungan yaitu hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Atau dalam konteks kekinian menjadi kemenangan KPK melawan para koruptor. Et daaahhh. Nuansa kebersamaan terasa kental meski para gowesers ini ga kuasa nolak diangkut dengan mobil pick up.

Satu jam kurang dikit perjalan dari Denpasar menuju rumah Nengah. Tidak terlalu lama, tapi kok ya jadi lapar lagi? Salah satu personel gowesers dengan inisial DIKA katanya suka diam seribu basa kalau lagi lapar. Gawat nih kalau DIKA lapar di Bangli dan menjadi diam bengong-bengong… rute sepeda bisa langsung berubah jadi ke RSJ hehehe. Jangan ah! Nampaknya Nengah cukup prepared dan bertanggung jawab terhadap nasib kami-kami ini, para gowesers. Buktinya, kami langsung disuguhi dengan jajan khas Bali yaitu ketan item yang ditaburi dengan kelapa parut bergula Bali (kalau di Jawa jadi Gula Jawa, kalau di Jawa Barat jadi neng geulis… manisnya sama! Di Menado juga… ealah apa coba?). Plus tak ketinggalan teh hangat manis. Ayo siapa doyan yang manis manis…

Setelah urusan ganjal perut selesai, kami pun siap-siap bergowes ria. Perjalanan dimulai dari desa Taman Bali, rumah Nengah, menuju Kota Bangli. Jalur on road dan terus menanjak. Ditengah perjalanan kami diguyur hujan ringan tapi tidak menyurutkan niat untuk terus gowes. Kami melintasi jalan kampung. Suasana pedesaan langsung terasa. Udara bersih dan segar. Biasanya dimana pun kami bersepeda dan masuk kampung, kami selalu disapa ramah oleh anak-anak. “Halooooo…. Haloooooo…” Rasanya senang juga disapa meski dimata mereka, kami ini mungkin bak sirkus lewat. Tontonan gratis lah.

Rute nanjak kok ya berseri kayak kartun The Legend Of Aang aja. Sambung menyambung dan bikin penasaran sekaligus mual, kata Lilik, seksi sibuk di komunitas ini. Kota Bangli sudah kami lewati dan langsung menuju desa Kubu. Jalannya sih mulus tapi nanjaknya itu ga kuaat. Lilik pun melengos dan terduduk lemas dipinggir jalan. Kalau nanjak, pandangan dua meter, Lik. Ingat ya.. hehehehe

Setelah istirahat sebentar, kami pun melanjutkan menaklukkan tanjakan desa Kubu dan tiba diujung jalan menuju desa Penglipuran. Desa ini menjadi tujuan wisata karena memiliki ciri khas atap bambu. Ya, Penglipuran dikenal juga dengan hasil kerajinan gedek bambu dengan kualitas terbaik. Sebelum masuk ke desa wisata ini, kami sempat menikmati hutan bambu yang cukup lebat. Jika dibandingkan dengan hutan bambu yang saya lewati di jalur off road Kintamani, ini lebih lebat. Sayang, jalur hutan bambu ini belum di explore oleh Nengah sehingga kami hanya melintas sekejap. Bahkan kami sempat berputar-putar tiga kali dihutan ini, entah karena Nengah lupa jalur berikutnya atau karena memang ingin menikmati lebih lama. O’ya, juragan BikeCamp RHD masih sibuk dengan GPSnya (silakan baca cerita Ubud, pasti geli). Kok muter-muter terus, katanya. Nah lho....

Akhirnya sempat juga kami merasakan off road sedikit yaitu melewati jalan tanah berlumpur. Gowesers yang sayang dengan sepedanya lalu mengangkat sepeda agar tidak terkena lumpur. Belum lunas, katanya. Perjalanan ini memang penuh dengan gelak canda dan tawa. Ini yang menyenangkan dalam olah raga bersepeda. Ada adrenalin sesuai dengan jiwa kita, ada keringat yang selalu mengucur, jantung yang terpompa dengan baik, dan jiwa yang segar oleh pemandangan, tawa dan canda. Promosi nih bagi yang belum mulai bersepeda. Nengah, tolong dibantu promosinya dengan gaya ESQ?

On the way, kami melewati Taman Makam Pahlawan Penglipuran. Kami pun sepakat untuk singgah untuk mengenang dan menghormati jasa-jasa pahlawan pejuang kemerdekaan RI. Masih dalam suasana peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ke 63, kan? Kami pun berbaris rapi dan memberi hormat didepan pusara para pahlawan yang gugur. Setelah itu kami mengheningkan cipta sejenak. Tiba-tiba ditengah suasana khusyuk mengheningkan cipta, kami mendengar suara tokek dari pohon keramat disebelah pusara. Kami pun merinding. Terimakasih wahai pahlawan atas jasamu yang tiada tara. Sekali Merdeka Tetap Merdeka!

Desa Penglipuran
Next destination adalah desa Penglipuran, ini sudah didepan mata! Memang luar biasa desa wisata ini. Pintu gerbang rumah khas Bali berjejer rapi di kiri kanan jalan kecil berbatu. Penjor-penjor masih terpasang menambah suasana religius. Langsung deh kumat semua pengen jadi model. Foto sana sini dan langsung lanjut gowes lagi menuju desa Taman Sari.

Jalur on road kampung kembali kami jelajahi. Ini mah udah mulai terasa bonusnya. Turunan terus! Dan kali ini kami bertemu dengan para pesepeda cilik. Yup, masih dengan ciri khasnya berhalo-halo. “Halooo… Halooo…” Jalur ini kami lalui dengan mulus kecuali hampir ada insiden kecil dimana Dika hampir saja masuk got karena terlalu cepat diturunan tajam yang berbelok. Hehe hati-hati ya. Hampir saja. Udah laper lagi, gitu?

Jalur pulang ini tidak terlalu berat meski ada beberapa tanjakan tapi sebagian besar lulus! Dua jempol saya berikan (pengennya sih ngasih tiga jempol, tapi yang satu takutnya agak bau). Satu jempol untuk ide dan usaha yang dilakukan oleh Nengah dan teman-teman 46gowesers ini. Ga mudah loh menyiapkan sarana dan prasarana untuk melayani dan memuaskan orang lain or even kawan sendiri. Satu jempol lagi saya berikan karena pilihan rutenya yang selain menarik dan beragam juga pas untuk kalangan sendiri. Nengah mengerti betul kemampuan teman-temannya. Pengennya sih diulang lagi dengan lebih banyak rute off road dan melingkar dalam arti jangan melewati jalan yang sudah dilalui untuk menghindari kebosanan. OK, Ngah?

Penutup acara, makan kembali disiapkan oleh empunya rumah. Ga ada deh yg basa-basi dengan ucapan “aduuuh kok pake repot-repot segala” karena semua sudah kelaparan. Pantesan Dika dari tadi diem aja. Eh, eh, dua bungkus, Dik?

Rasa puas terpancar dari semua gowesers. Salut!

Thanks to rekan-rekan 46gowesers:
Nengah
Agung Mahendra
Lilik
Sigit
Dan rekan-rekan yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Rochmad Setyadi (BikeCamp)